Senin, 09 Juni 2014

laporan penelitian kajian penulisan etnografi: gosip sebagai kontrol sosial

Tugas Akhir Kajian Penulisan Etnografi

Gosip Sebagai Kontrol Sosial

Berdasarkan Kajian Fenomenologi


Description: C:\Users\ASPIRE\Downloads\logo_unair.png


Oleh :
Wahono Eko prasetio 071211731072




Progam Studi Antropologi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Airlangga
2014



Kata Pengantar


Puji syukur kita panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga saya selaku mahasiswa Antropologi Universitas Airlangga mampu menyelesaikan hasil laporan penelitian mata kuliah Kajian Penulisan Etnografi dengan judul “Gosip Sebagai Kontrol Sosial” ini secara baik dan lancar.
Yang ke dua tidak lupa saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak Nur Cahyo Irianto, Bapak Bambang Budiono dan Bapak Tri Joko selaku dosen mata kuliah Kajian Penulisan Etnografi. Karena atas bimbingan beliau selama ini, sehingga saya mendapatkan berbagai ilmu yang sangat bermanfaat  guna menyelesaikan hasil laporan ini. Terima kasih juga kepada teman-teman yang mengikuti mata kuliah Kajian Penulisan Etnografi yang telah memberikan semangat, saran dan dukungan kepada saya selama proses pengerjaan laporan ini.
Tak lupa saya mengucapkan terimakasih kepada saudara Suryo Hadi Kusumo, Akbar Firmansyah dan Jefri selaku informan dalam pembahasan saya mengenai fenomena gosip sebagai kontrol sosial. Karena peran dari mereka semua, maka dapat membantu pekerjaan saya dalam pembuatan laporan ini.
Laporan ini ditulis dan disusun dari hasil penyusunan data-data yang saya peroleh dari penelitian di daerah asal saya di Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur pada tanggal 15-17 dan 23-24 Mei 2014. Saya sangat mengharapkan dengan adanya laporan ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Laporan ini saya rasa masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu segala kritik dan saran yang bersifat membangun sangat dibutuhkan untuk lebih menyempurnakan makalah ini.
                                                                                             Penulis


Wahono Eko Prasetio





BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah
Gosip adalah suatu kata yang sudah tidak begitu asing di telinga kita. Gosip selalu kita temukan dalam berbagai tempat, mulai dari sekolah, kampus, tempat perbelanjaan dan lingkungan tempat tinggal kita. Pada era ini, gosip bahkan menjadi produk yang menjanjikan dalam dunia entertaiment. Karena gosip kini menjadi hal terpenting yang perlu ditayangkan di berbagai media massa, baik media cetak maupun media elektronik. Oleh karena populernya, maka banyak media massa yang saling berebut untuk menyajikan acara gosip semenarik mungkin guna menarik minat masyarakat.
Dengan semakin umumnya gosip di telinga masyarakat, maka muncul berbagai hal menarik dengan adanya fenomena gosip tersebut yang layak kita teliti dan kaji hal tersebut secara lebih mendalam. Dimana saya lebih tertarik untuk membahas fenomena gosip sebagai kontrol sosial dalam masyarakat, karena hal tersebut cukup kontras dalam pemahaman saya akan gosip. Dimana dalam pembahasannya sangat bertentangan dengan pemahaman saya akan gosip selama ini. Oleh karena itu, dengan adanyafenomena baru tersebut maka saya tertarik untuk mengupas fenomena tersebut hingga dapat disimpulkan fakta menarik dari pembahasan tersebut
1.2  Rumusan Masalah
a.       Apakah yang dimaksud kontrol sosial?
b.      Apakah pengertian dan penjelasan gosip sebagai kontrol sosial?
c.       Bagaimana tanggapan masyarakat dengan adanya fenomena gosip sebagai kontrol sosial?
1.3  Tujuan  
Tujuan dari pembahasan ini adalah untuk menguak keberadaan fenomena gosip yang ada dalam masyarakat, guna memberikan kejelasan atas kesimpangsiuran perspektif masyarakat mengenai keberadaan gosip sebagai kontrol sosial. Oleh karena itu, dengan adanya makalah ini maka dapat membuka wawasan kita agar dapat mengetahui fungsi dari gosip yang sebenarnya. Diharapkan setiap masyarakat tidak lagi menyalahgunakan gosip untuk tindakan-tindakan yang menimbulkan permusuhan.
1.4  Kerangka Pemikiran/Telaah Pustaka
Kerangka penelitian dalam makalah yang berjudul “Gosip Sebagai Kontrol Sosial“, peneliti menggunakan kajian aliran antropologi kognitif yang dikembangkan oleh Ward H. Goodenough, seorang ahli linguistik yang tertarik pada kebudayaan. Di dalam pemahamannya, aliran ini ingin mengkaji antar hubungan di antara bahasa, kebudayaan dan kognisi. Dengan kata lain, tujuan dari pembahasan ini bertujuan untuk memandang kebudayaan sebagai kognisi manusia. Hal mendasar yang menjadi pusat pembahasan dalam kajian Goodenough adalah hal-hal yang mendalam dari kehidupan individu anggota masyarakat, seperti tentang bagaimana anggota masyarakat memandang benda-benda, kejadian-kejadian dan makna-makna dari dunianya.
Dari pembahasan tersebut, kognitif identik dengan kajian analisis budaya karena memiliki kesamaan asumsi, yaitu mengkaji tentang pikiran manusia perilaku budaya dalam kajian mendalam, apa yang ada dibalik pahamnya mengenai benda-benda, kejadian-kejadian dan peristiwa-peristiwa di dalam kehidupannya. Oleh karena itu, saya tertarik untuk mengambil tema mengenai gosip sebagai kontrol sosial. Karena saya menganggap tema itu sangat menarik bila dikaji dengan perspektif fenomenologi dan pemikiran dari Goodenough agar lebih mudah kita pahami dan terima, sehingga  perlu ditelaah lebih mendalam mengenai keberadaan gosip, serta bagaimana pemaknaanya yang ada dalam perspektif setiap anggota masyarakat.
1.5  Metode Penelitian
Metode penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan wawancara mendalam beberapa narasumber serta melakukan pengamatan langsung di dalam masyarakat. Metode kualitatif digunakan dengan mempertimbangkan kesesuaian obyek yang diteliti serta studi ilmu yang bersangkutan, bahwasanya semua dilakukan demi mengekspos makna dari gosip dalam masyarakat berdasarkan pandangan masing-masing individu.
Metode kualitatif merupakan sebuah metode yang menerangkan secara eksposisi sebuah fokus penelitian seperti halnya makna dari keberadaan gosip sebagai kontrol sosial, melalui wawancara kepada beberapa narasumber. Metode kualitatif yang saya gunakan untuk mendapatkan informasi, tentunya diperlukan sebuah cara pendekatan atau  partisipasi observasi yang menghasilkan metode diskripsi analisis, dimana peneliti melakukan observasi yang mendalam dengan turun langsung ke lapangan guna mendapatkan pengetahuan yang seluas-luasnya terhadap objek penelitian serta mencari rujukan-rujukan lain untuk perbandingan analisisnya.
1.5.1        Teknik Penentuan Informan
Dalam upaya pendalaman materi pemilihan informan menjadi sesuatu yang sangat penting mengingat melalui para informanlah asal mula data diperoleh dan dikembangkan dalam proses selanjutnya. Subyek pada penelitian ini ialah informan, dimana dari informan data akan diperoleh selama proses penelitian berlangsung.
   Informan dalam penelitian ini ditentukan secara sengaja dengan syarat bahwa yang dipiih sebagai informan ialah orang yang mengetahui dan terlibat langsung dengan obyek penelitian mengenai gosip sebagai kontrol sosial.

1.5.2        Strategi Pengumpulan Data
Menurut Lofland dan Lofland (1984:47) sebagaimana yang dikutip oleh Lexi J. Moleong bahwa sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Dimana data hasil penelitian didapatkan melalui dua sumber data, yaitu:
1.        Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari narasumber atau informan yang dianggap berpotensi dalam memberikan informasi yang relevan dan sebenarnya di lapangan. Dalam penelitian ini, data primer diambil dengan melakukan observasi dan wawancara dengan beberapa narasumber  yang mengetahui informasi tentang penelitian kami yang berjudul gosip sebagai kontrol sosial. Wawancara merupakan teknik yang digunakan dalam rangka upaya penggalian data.
2.      Data Sekunder
Data sekunder adalah sebagai data pendukung data primer dari penelitian kami diperoleh dengan melalui studi kepustakaan yang diambil dari beberapa buku serta beberapa tulisan yang mendukung penelitian kami tentang fenomena gosip sebagai kontrol sosial.



BAB II
PEMBAHASAN
Akhir-akhir ini sering kita membaca, mendengar dan melihat banyak terjadi kasus penyimpangan di masyarakat. Pembunuhan, mutilasi, pemerkosaan, penipuan, narkoba dan sebagainya, selalu menjadi berita utama di media massa. Masyarakat semakin dibuat resah dengan semakin banyaknya berbagai peristiwa kejahatan serta penyimpangan-penyimpangan sosial tersebut. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah serta aparat, baik secara preventif maupun represif untuk mengendalikan berbagai penyimpangan yang terjadi di masyarakat, namun naasnya adalah upaya secara hukum terkesan kurang efektif dalam mengatasi permasalahan tersebut. Berbagai analisa kian kompleks terhadap terjadinya sebuah kasus, tetapi terkadang tindakan solutif dan preventif tidak terealisasi karena terkesan kurang adanya perhitungan yang matang. Artinya, dengan kesimpangsiuran keputusan dari pemerintah maka penyimpangan sosial tetap menjadi tontonan dan momok bagi masyarakat. Timbul pertanyaan, mengapa banyak terjadi penyimpangan sosial?.
Jawaban dari pertanyaan mengenai penyebab semakin banyaknya penyimpangan sosial adalah karena semakin longgarnya norma-norma yang ada dalam masyarakat. Sehingga terkadang muncul berbagai tindakan-tindakan dimana seseorang untuk melepaskan dari ikatan tersebut dan menciptakan dunianya sendiri. Dimana dalam kesehariannya, sering kita temui bahwa dalam tindakan penyimpangan yang dilakukan oleh seseorang tersebut disebabkan oleh semakin acuhnya masyarakat untuk mengawasi perilaku menyimpang tersebut. Sehingga akhirnya timbullah berbagai pertanyaan mengenai bagaimana cara dalam mengatasi penyimpangan sosial tersebut.
 Dengan semakin banyak pertanyaan terhadap penyimpangan sosial, maka bermunculanlah berbagai cara yang diharapkan mampu dalam mengatasi permasalahan tentang penyimpangan sosial. Salah satu cara yang digunakan untuk mengatasi penyimpangan sosial diantaranya adalah dengan melakukan kontrol. Upaya kontrol bertujuan untuk mengantisipasi dan memberikan solusi terhadap penyimpangan sosial, upaya kontrol tersebut lebih dikenal dengan sebutan kontrol sosial. Kontrol sosial merupakan sebuah proses yang direncanakan atau tidak direncanakan, tujuannya adalah untuk mengajak, membimbing, bahkan memaksa individu atau kelompok dalam masyarakat agar mematuhi nilai-nilai atau aturan-aturan yang berlaku di masyarakat mereka berada.
Dengan kata lain kontrol sosial merupakan tindakan pengawasan terhadap perilaku anggota masyarakat agar tidak melakukan penyimpangan. Tujuan dari kontrol sosial sendiri selain melakukan pengawasan, kontrol dan juga bertujuan untuk membatasi setiap tingkah laku kelompok atau individu dalam masyarakat agar tetap dalam batas kewajaran dimasyarakat tersebut.
 Perlu diketahui Manusia adalah mahluk sosial yang tidak bisa lepas dari orang lain. Interkasi sosial merupakan bentuk dari hubungan antar manusia yang saling membutuhkan. Dalam berinteraksi tersebut tidak jarang timbul masalah, misalnya terjadi beda pendapat, salah paham, berselisih dam kemudian berkelahi. Adu fisik terkadang dianggap sebagai alternatif penyelesaian masalah, padahal kenyataannya justru menambah masalah baru. Tentunya kita semua berharap masalah tersebut dapat diselesaikan dengan baik dan akan kembali pada situasi dan kondisi semula. Dari ketegangan itu, tentu upaya yang disebut kontrol sosial sangatlah dibutuhkan dalam membatasi permasalahan agar tidak membesar dan menimbulkan masalah lainnya.
Menurut Koentjaraningrat , ada tiga proses sosial yang perlu mendapat pengendalian sosial, yaitu:
1.Ketegangan sosial yang terjadi antara adat-istiadat dan kepentingan individu.
2.Ketegangan sosial yang terjadi karena adanya pertemuan antar golongan khusus.
3.Ketegangan sosial yang terjadi karena golongan yang melakukan penyimpangan secara sengaja menentang tata kelakuan atau peraturan.
Dari penjelasan oleh Koentjaraningrat mengenai proses sosial yang perlu mendapat kontrol sosial. Dalam kontrol sosial itu sendiri juga terdiri dari beberapa cara dan bentuk kontrol. Salah satu tokoh yang menyinggungnya adalah Robert M. Z Lawang, dimana beliau mengemukakan beberapa cara dan bentuk kontrol sosial yang biasanya dilakukan orang dalam suatu masyarakat untuk mengontrol perilaku orang lain yang menyimpang, antara lain:
             1.Desas-desus (gosip)
             2.Kekerasan
             3.Hukuman
             4.Intimidasi
             5.Ostratisme

Dari sekian banyaknya cara dan bentuk pengendalian sosial, saya lebih tertarik pada pengendalian sosial melalui gosip. Istilah gosip saya ambil karena istilah ini sering kita temui khususnya dalam kehidupan sehari-hari. Istilah gosip begitu fenomenal dan banyak diperbincangkan oleh berbagai macam lapisan sosial dalam masyarakat tanpa mengenal status serta golongan. Gosip sering juga disebut sebagai kabar burung. Pengertian gosip adalah suatu berita yang menyebar belum tentu atau tanpa berlandaskan pada kenyataan atau fakta. Dengan demikian, gosip bisa saja benar, namun bisa pula salah. Jadi, berita dalam gosip masih diragukan kebenarannya, sebab seringkali berita dalam gosip tidak jelas sumbernya. Umumnya, gosip muncul bila pernyataan secara terbuka tidak mungkin dilontarkan langsung kepada orang tersebut. Oleh sebab itu, berita kemudian tersebar melalui mekanisme pembicaraan antara orang satu dengan orang yang lain. Melalui mekanisme seperti itu, berita akan tersebar dengan cepat.
Dalam pembahasan yang akan saya bahas, saya akan menguak sisi lain dari fenomena gosip berdasarkan perspektif antropologi berdasarkan kognisi dalam masyarakat mengenai keberadaan gosip. Karena seperti kita tahu bahwa tak selamanya gosip itu berdampak buruk pada masyarakat, namun ada pula dampak positif yang tersimpan dalam gosip. Oleh karena itu, saya akan berusaha menguak dan berusaha membangun pemahaman baru dari gosip sebagai kontrol sosial. Dimana dengan pemahaman yang baru tersebut, maka masyarakat dapat mengetahui dan paham bahwa tak selamanya suatu tindakan yang dianggap buruk belum tentu buruk. Seperti halnya gosip, tidak akan bermakna buruk apabila kita dapat memanfaatkannya dengan bijak. Semua itu tergantung pemikiran dalam kognisi yang telah ada, seehingga perlu bagi kita untuk membuka peta kognisi tersebut agar pikiran kita hanya memikirkan hal negatifnya saja dari suatu fenomena sosial.
Dalam penelitian yang saya lakukan ini, saya ingin mengkaji mengenai fenomena keberadaan gosip sebagai kontrol sosial yang terjadi pada masyarakat di daerah asal saya yang ada di Kabupaten Nganjuk. Meskipun banyak tempat yang memiliki fenomena yang sama, namun saya memilih daerah asal saya karena dari daerah tersebut saya pernah mengalami dan terlibat langsung dalam masyarakat disana. Sehingga dengan keterlibatan saya dalam masyarakat tersebut, maka diharapkan dapat diperoleh data dan informasi yang lebih mendalam mengenai pokok bahasan yang saya angkat dalam makalah penelitian ini. Selain itu, saya memilih melakukan penelitian di daerah saya karena perilaku bergosip masih mudah di temui. Berbeda dengan dikota besar, kita akan sulit untuk melihat perilaku bergosip karena terkadang antara masyarakat satu dengan yang lain saja sudah saling tak kenal.
Gosip sebagai bentuk kontrol sosial, maksud dari istilah ini adalah dimana gosip itu sendiri berfungsi untuk membatasi atau sebagai pembatas  setiap perilaku yang ada dalam masyarakat. Dalam praktik kehidupan sehari-hari masyarakat yang saya teliti, disana pasti dengan mudah menemui apabila ada seseorang yang sedang melakukan kesalahan lalu tak lama dari waktu terjadinya akan ada desas-desus yang memperbincangkan kesalahan seseorang tersebut. Misalnya saja ada anak perempuan yang pulang larut malam, pasti keesokan harinya  ibu-ibu yang tinggal disekitarnya pasti akan menggosipkan anak tersebut mengenai perilakunya yang dianggap menyimpang. Dengan seringnya menjadi bahan pembahasan, tentunya anak tersebut pasti akan mengalami suatu tekanan sosial yang lama-kelamaan dapat mempengaruhi sisi psikologis anak tersebut agar tidak melakukan hal yang sama lagi.
Dari contoh tersebut, dapat kita ketahui bahwa gosip juga selain membatasi perilaku namun juga dapat merubah pribadi individu agar dapat beradaptasi dalam kehidupan bermasyarakat. Tentu peran gosip dapat sangat terlihat, khususnya untuk memberikan tekanan serta tuntutan yang dilakukan masyarakat untuk merubah perilaku yang menyimpang agar kembali sesuai dengan apa yang dianggap wajar dalam masyarakat.
Dalam eksistensinya dalam masyarakat, gosip pasti memiliki sisi pro dan kontra. Layaknya dua sisi uang koin, apabila ada yang mendukung gosip pasti ada pula yang menolak keberadaan dari gosip. Dari hasil wawancara yang saya dapatkan dari 3 narasumber berbeda, 2 diantara mereka mendukung dengan adanya gosip sebagai kontrol sosial, karena dianggap dengan adanya gosip sebagai kontrol sosial maka perilaku mereka akan lebih terkontrol dalam berperilaku sehingga tidak menyimpang dari masyarakat.
Saya setuju saja dengan adanya gosip sebagai kontrol sosial, dengan adanya gosip tersebut maka saya lebih terkendali dalam berperilaku dalam masyarakat. Sehingga apabila saya menjadi bahan gosip, maka saya akan sadar bahwa perilaku saya ada yang menyimpang dan tentunya saya akan berusaha memperbaikinya (Suryo,14/5)





Walaupun bagi mereka yang mendukung gosip menganggap bahwa keberadaan gosip sangat membantu mereka dalam menentukan cara berperilaku agar sesuai dengan aturan dalam masyarakat, namun bagi mereka yang menolak keberadaan gosip mereka merasakan bahwa dengan adanya gosip maka setiap perilaku dan kegiatan mereka serasa seperti terlalu di batasi. Dari pembatasan atas kebebasan berperilaku tersebut, mereka yang menolak keberadaan gosip tidak dapat mengekspresikan apa yang mereka inginkan, sebab setiap tindakan mereka selalu di anggap menyimpang oleh masyarakat. Padahal bagi mereka, tindakan yang mereka lakukan tak selamanya bersifat negatif. Oleh karena itu timbul suatu perspektif baru, dimana mereka yang menolak gosip itu menganggap bahwa para orang yang mendukung gosip itu sebagai orang yang munafik dan selalu ingin tahu urusan orang lain.
 Menurut saya, alasan mengenai gosip dari mereka yang menolak gosip memang ada benarnya juga. Sebab berdasarkan pengalaman saya, para penggosip tersebut selalu berusaha mencari-cari kesalahan orang lain dan melebih-lebihkan suatu permasalahan hingga terkesan yang tadinya tidak menyimpang menjadi seolah-olah menyimpang. Hal itu tentunya sangat mengganggu, apalagi kalau mengingat bahwa perilaku seseorang tak selalu menyimpang dan selalu berdampak negatif. Oleh karena itu, saya mencoba untuk membuka pemikiran mereka mengenai makna gosip yang sesungguhnya. Jadi tidak ada lagi yang salah dalam mengartikan dan memanfaatkan gosip untuk tindakan lain yang bersifat menguntungkan salah satu pihak saja, namun diharapkan dapat menguntungkan kedua belah pihak.
Ada kalanya perilaku seseorang yang dianggap menyimpang itu bersifat positif. Misalnya saja ada masyarakat desa yang masih terbelakang, lalu ada salah seorang dari anggota masyarakatnya pergi ke kota dan belajar disana. Tak lama kemudian seseorang itu kembali kedesanya dan mengkritisi tentang pola dalam kehidupan tradisional yang sebenarnya salah tapi dibenarkan di desanya. Misalnya saja mengenai tradisi dalam pengobatan di desa yang menggunakan bahan-bahan yang sebenarnya tidak layak digunakan, namun karena tradisi maka bahan tersebut dipakai oleh masyarakat. Karena dianggap membawa pengetahuan yang tidak sama dengan daerah asalnya, maka timbul desas-desus dalam masyarakat mengenai orang tersebut.



Dalam kesehariannya, terkadang gosip sering disalahgunakan oleh masyarakat. Pada awalnya tujuan dari gosip adalah untuk mengontrol keadaan sosial dalam suatu masyarakat, namun dengan seiring jaman maka gosip menjadi suatu kebutuhan sendiri bagi masyarakat untuk meluapkan sifat iri serta dengki mereka kepada orang lain. Dari beberapa orang, cukup banyak yang terganggu dengan keberadaan hal semacam itu.
Saya merasakan dengan adanya gosip, maka segala kreatifitas saya menjadi terbatasi. Padahal perilaku yang saya lakukan sebenarnya tidaklah menyimpang. Mereka yang suka menggosip itu sebenarnya munafik, karena orang yang melakukannya hanya itu-itu saja dan inginya hanya membicarakan orang lain dan mereka tidak mau apabila dibicarakan oleh orang lain(Jefri,15/5).

Dari berbagai pendapat mengenai adanya fenomena gosip sebagai kontrol sosial dapat dirumuskan bahwa seperti kajian oleh Ward H. Goodenough bahwa hal tersebut termasuk dalam fenomena-fenomena mental. Dimana dari fenomena mental tersebut tentunya memiliki dampak terhadap sisi psikologis bagi individu yang mengalaminya. Kemudian beliau menjelaskan fenomena tersebut sebagai bagian dari kebudayaan, dimana kebudayaan menurt beliau adalah “ kebudayaan suatu masyarakat yang terdiri dari apapun yang harus diketahui atau dipercayai untuk dapat berfungsi sedemikian rupa sehingga dianggap pantas oleh anggota-anggotanya. Kebudayaan bukanlah fenomena material, tidak terdiri atas benda-banda, perilaku dan emosi, melainkan ia lebih merupakan suatu pengaturan hal-hal tersebut. Yang ada dalam pikiran orang adalah bentuk benda-benda dan hal-hal, model-model untuk mempersepsi, menghubung-hubungkan dan selebihnya menafsirkan.”
Dari pembahasan tersebut dapat diketahui bahwa dalam pembahasannya, Goodenough bertujuan untuk membedakan antara dampak yang akan terjadi dalam individu dalam memaknai suatu kejadian. Tentunya dalam pemaknaanya pasti tidak akan sama antara satu individu dengan individu lain. Oleh karena itu, keterbukaan pola pemikiran sangatlah diperlukan dalam menjelaskan fenomena gosip itu sendiri. Dengan semakin terbuka pola pemikirannya maka akan semakin mudah suatu nilai diterima dan tidak disalah gunakan. Maka perlu diketahui, gosip tidaklah selalu berdampak buruk. Pandangan baik buruk mengenai gosip tergantung pada penggunanya. Apabila dapat dimanfaatkan secara baik dan benar, gosip dapat sangat berguna bagi setiap pengguna maupun penerima gosip.


Dari berbagai pembahasan tersebut perlu diperjelas lagi bahwa sesungguhnya gosip itu memiliki banyak sekali kegunaan bagi setiap anggota masyarakat. Penggunaan dari gosip tentu tergantung dari seseorang yang ingin menyampaikannya. Pada masyarakat nganjuk sendiri, gosip masih sering dipakai untuk menggunjing orang lain, namun sebagian lagi sudah memakainya secara benar sebagai kontrol sosial. Dari fakta yang saya temukan tersebut, terlihat jelas bahwa mulai terbangun peta kognisi baru pada masyarakat setempat mengenai fungsi dari gosip yang sebenarnya. Oleh karena itu, perlu dukungan dari berbagai lapisan masyarakat untuk tidak menggunakan gosip tidak sesuai fungsinya lagi. Sehingga apabila hal tersebut terwujud, maka akan terciptalah masyarakat yang aman, tentram dan juga damai.

Kesimpulan
Jadi dapat disimpulkan bahwa dengan adanya fenomena yang muncul dalam masyarakat seperti halnya gosip, maka kita janganlah selalu terfokus pada satu pemikiran saja. Kita diharapkan mampu untuk lebih membuka pemikiran kita terhadap hal-hal yang bersifat baru, namun dengan memperhatikan pastas atau tidaknya hal yang baru tersebut apabila harus di terapkan dalam masyarakat. Seperti yang kita tahu mengenai perbedaan pendapat mengenai  keberadaan gosip dalam masyarakat, hal itu sebenarnya bukanlah permasalahan yang perlu dibesar-besarkan. Kunci dalam pemecahan masalah itu sebenarnya cukup sederhana, dimana kita harus dapat membuka peta kognisi dalam masyarakat. Dengan dibukanya peta kognisi tersebut, maka masyarakat dapat lebih terbuka dalam menerima hal-hal baru dan sekaligus melakukan kontrol terhadap hal baru tersebut. Selain permasalahan tersebut, wujud dari sifat kontrol dalam masyarakat juga harus diperhatikan. Dimana kita jangan terlalu menghakimi atau seolah mengucilkan seseorang yang melakukan kesalahan, karena sesungguhnya tindakan itu sangat bertentangan dengan prinsip kemanusiaan. Kita selayaknya harus lebih bijaksana dalam mengatasi suatu permasalahan, jangan sampai niatan ingin menyelesaikan permasalahan malah kita menyulut permasalahan lain yang lebih besar. Sesuai dengan tujuan akhir penulisan saya, saya dalam tulisan ini mengajak masyarakat agar lebih bijak dalam memahami dan menerapkan gosip sebagai kontrol sosial. Saya mengharapkan dengan adanya laporan ini maka kita lebih bijak dalam berperilaku, sehingga kehidupan dalam masyarakat lebih terkontrol dan terhindar dari berbagai konflik.

Transkrip wawancara:
Dalam wawancara yang saya lakukan, saya mewawancarai 3 orang narasumber yang tinggal di sekitar rumah saya. Berikut adalah hasil wawancara saya:
W    : selamat siang teman-teman, boleh saya mengganggu waktu kalian sebentar saja?
S&A: boleh, tapi kalau jawab singkat-singkat ya. Gak apa kan?
W    : boleh kok, saya mulai ya..pertanyaan pertama, apa yang anda ketahui tentang gosip?
S     : gosip itu ngomongin aib dari orang lain, biasanya dilakukan sama ibu-ibu yang kurang kerjaan.
A    : kalau menurut saya, gosip itu desas-desus atau bisa di belang sebagai kabar yang masih perlu dipertanyakan kebenarannya.
W    : lalu apakah kalian tau keuntungan dari gosip?
A   : menurut saya, gosip itu gak ada untungnya. Paling ya dianggap untung kalau yang di gosipkan itu artis, sebab makin banyak di gosipkan maka penghasilan dan ketenaran mereka bakalan naik.
S    : kalau menurut saya itu dengan adanya gosip maka perilaku kita lebih terkontrol dan dengan adanya gosip maka kita memiliki patokan berperilaku agar sesuai dengan masyarakat.
W    : tepat sekali jawaban mas suryo, anda mendapat jawaban itu dari pengalaman atau sekedar tahu saja?
S    : itu dulu pernah di ajarkan oleh guru sekolah saya, lalu saya juga mempraktikkannya dalam kehidupan saya dalam masyarakat.
W   : lalu bagaimana pendapat anda mengenai fenomena gosip sebagai kontrol sosial?
A   : mendengar penjelasan dari suryo saya setuju saja dengan adanya gosip sebagai kontrol sosial. Asalkan masih dalam batas wajar.
S   : saya setuju saja, asalkan gak berlebihan dan mencari-cari permasalahan untuk bahan pembicaraan. Karena itu mengganggu saya dan korban gosip lainnya.

Tak lama setelah saya ingin menutup wawancara, datang lagi seorang tetangga saya yang lagsung saja menjawab pertanyaan yang sempat saya ajukan pada suryo dan akbar.
J   : saya tidak setuju dengan adanya gosip, kalau ada gosip kebebasan seseorang itu semakin terbatas. Padahal tidak setiap perilaku itu negatif, namun masyarakatitu kada terlalu kolot dan tidak memandang aspek positif dari suatu hal baru.
W : lalu apa pendapat anda dengan gosip sebagai kontrol sosial, itu kan menurut saya termasuk hal positif dari gosip?
J   : positif apanya, gosip ya tetap gosip. Kalau di buat kontrol sosial itu harusnya mereka yang menggosipkan kita itu sadar. Jangan hanya inginya membicarakan orang lain saja, tapi waktu mereka ganti di bicarakan malah marah. Itu kan sama saja gak adil.
S  : ada benarnya juga sih sama jawaban dari jepri. Mungkin gosip itu cuma buat kalangan tertentu saja kok. Sebab dari saya kecil sampai sekarang ya yang tukang gosip cuma orang-orang itu saja. Sepertinya gak ada toleransi dalam pergosipan.
W : ya sudah kalau begitu, terima kasih atas bantuan anda semua. Terima kasih atas bantuannya.
A   : iya, bagus kalau sudah selesai. Sebelum temanya jadi gak karuan lagi.
W  : terima kasih ya mas.

Rujukan:
·         Buku Mahzab-Mahzab Antropologi




Tidak ada komentar:

Posting Komentar