Tugas
Akhir Kajian Penulisan Etnografi
Gosip Sebagai Kontrol Sosial
Berdasarkan Kajian Fenomenologi

Oleh :
Wahono
Eko prasetio 071211731072
Progam
Studi Antropologi
Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas
Airlangga
2014
Kata Pengantar
Puji syukur kita panjatkan ke Hadirat
Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga saya
selaku mahasiswa Antropologi Universitas Airlangga mampu menyelesaikan hasil laporan
penelitian mata kuliah Kajian Penulisan Etnografi dengan judul “Gosip Sebagai
Kontrol Sosial” ini secara baik dan lancar.
Yang ke
dua tidak lupa saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak Nur Cahyo Irianto, Bapak
Bambang Budiono dan Bapak Tri Joko selaku dosen mata kuliah Kajian Penulisan Etnografi. Karena atas bimbingan
beliau selama ini, sehingga saya mendapatkan berbagai ilmu yang sangat bermanfaat guna menyelesaikan hasil laporan ini. Terima
kasih juga kepada teman-teman yang mengikuti mata kuliah Kajian Penulisan Etnografi yang telah memberikan
semangat, saran dan dukungan kepada saya selama proses pengerjaan laporan ini.
Tak lupa
saya mengucapkan terimakasih kepada saudara Suryo Hadi Kusumo, Akbar Firmansyah
dan Jefri selaku informan dalam pembahasan saya mengenai fenomena gosip sebagai
kontrol sosial. Karena peran dari mereka semua, maka dapat membantu pekerjaan
saya dalam pembuatan laporan ini.
Laporan ini ditulis dan disusun
dari hasil penyusunan data-data yang saya peroleh dari penelitian di daerah
asal saya di Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur pada tanggal 15-17 dan 23-24 Mei 2014.
Saya sangat mengharapkan dengan adanya laporan ini dapat memberikan manfaat
bagi kita semua. Laporan ini saya rasa masih jauh dari kata sempurna, oleh
karena itu segala kritik dan saran yang bersifat membangun sangat dibutuhkan
untuk lebih menyempurnakan makalah ini.
Penulis
Wahono Eko Prasetio
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Gosip adalah suatu kata yang
sudah tidak begitu asing di telinga kita. Gosip selalu kita temukan dalam
berbagai tempat, mulai dari sekolah, kampus, tempat perbelanjaan dan lingkungan
tempat tinggal kita. Pada era ini, gosip bahkan menjadi produk yang menjanjikan
dalam dunia entertaiment. Karena gosip kini menjadi hal terpenting yang perlu
ditayangkan di berbagai media massa, baik media cetak maupun media elektronik.
Oleh karena populernya, maka banyak media massa yang saling berebut untuk menyajikan
acara gosip semenarik mungkin guna menarik minat masyarakat.
Dengan semakin umumnya gosip
di telinga masyarakat, maka muncul berbagai hal menarik dengan adanya fenomena
gosip tersebut yang layak kita teliti dan kaji hal tersebut secara lebih mendalam.
Dimana saya lebih tertarik untuk membahas fenomena gosip sebagai kontrol sosial
dalam masyarakat, karena hal tersebut cukup kontras dalam pemahaman saya akan
gosip. Dimana dalam pembahasannya sangat bertentangan dengan pemahaman saya
akan gosip selama ini. Oleh karena itu, dengan adanyafenomena baru tersebut
maka saya tertarik untuk mengupas fenomena tersebut hingga dapat disimpulkan
fakta menarik dari pembahasan tersebut
1.2 Rumusan Masalah
a.
Apakah yang dimaksud kontrol sosial?
b.
Apakah pengertian dan penjelasan gosip sebagai
kontrol sosial?
c.
Bagaimana tanggapan masyarakat dengan adanya
fenomena gosip sebagai kontrol sosial?
1.3 Tujuan
Tujuan dari
pembahasan ini adalah untuk menguak keberadaan fenomena gosip yang ada dalam
masyarakat, guna memberikan kejelasan atas kesimpangsiuran perspektif
masyarakat mengenai keberadaan gosip sebagai kontrol sosial. Oleh karena itu,
dengan adanya makalah ini maka dapat membuka wawasan kita agar dapat mengetahui
fungsi dari gosip yang sebenarnya. Diharapkan setiap masyarakat tidak lagi
menyalahgunakan gosip untuk tindakan-tindakan yang menimbulkan permusuhan.
1.4 Kerangka Pemikiran/Telaah Pustaka
Kerangka penelitian dalam makalah yang berjudul
“Gosip Sebagai Kontrol Sosial“, peneliti menggunakan kajian aliran antropologi
kognitif yang dikembangkan oleh Ward H. Goodenough, seorang ahli linguistik
yang tertarik pada kebudayaan. Di dalam pemahamannya, aliran ini ingin mengkaji
antar hubungan di antara bahasa, kebudayaan dan kognisi. Dengan kata lain,
tujuan dari pembahasan ini bertujuan untuk memandang kebudayaan sebagai kognisi
manusia. Hal mendasar yang menjadi pusat pembahasan dalam kajian Goodenough
adalah hal-hal yang mendalam dari kehidupan individu anggota masyarakat,
seperti tentang bagaimana anggota masyarakat memandang benda-benda,
kejadian-kejadian dan makna-makna dari dunianya.
Dari pembahasan tersebut, kognitif identik
dengan kajian analisis budaya karena memiliki kesamaan asumsi, yaitu mengkaji
tentang pikiran manusia perilaku budaya dalam kajian mendalam, apa yang ada
dibalik pahamnya mengenai benda-benda, kejadian-kejadian dan
peristiwa-peristiwa di dalam kehidupannya. Oleh karena itu, saya tertarik untuk
mengambil tema mengenai gosip sebagai kontrol sosial. Karena saya menganggap
tema itu sangat menarik bila dikaji dengan perspektif fenomenologi dan
pemikiran dari Goodenough agar lebih mudah kita pahami dan terima, sehingga perlu ditelaah lebih mendalam mengenai
keberadaan gosip, serta bagaimana pemaknaanya yang ada dalam perspektif setiap
anggota masyarakat.
1.5 Metode Penelitian
Metode penelitian ini
menggunakan metode kualitatif dengan wawancara mendalam beberapa narasumber
serta melakukan pengamatan langsung di dalam masyarakat. Metode kualitatif
digunakan dengan mempertimbangkan kesesuaian obyek yang diteliti serta studi
ilmu yang bersangkutan, bahwasanya semua dilakukan demi mengekspos makna dari gosip
dalam masyarakat berdasarkan pandangan masing-masing individu.
Metode kualitatif merupakan sebuah metode yang menerangkan secara
eksposisi sebuah fokus penelitian seperti halnya makna dari keberadaan gosip
sebagai kontrol sosial, melalui wawancara kepada beberapa narasumber. Metode kualitatif
yang saya gunakan untuk mendapatkan informasi, tentunya diperlukan sebuah cara
pendekatan atau partisipasi
observasi yang menghasilkan metode diskripsi analisis, dimana peneliti
melakukan observasi yang mendalam dengan turun langsung ke lapangan guna
mendapatkan pengetahuan yang seluas-luasnya terhadap objek penelitian serta
mencari rujukan-rujukan lain untuk perbandingan analisisnya.
1.5.1
Teknik
Penentuan Informan
Dalam upaya pendalaman materi pemilihan informan menjadi sesuatu
yang sangat penting mengingat melalui para informanlah asal mula data diperoleh
dan dikembangkan dalam proses selanjutnya. Subyek pada penelitian ini ialah
informan, dimana dari informan data akan diperoleh selama proses penelitian
berlangsung.
Informan dalam penelitian
ini ditentukan secara sengaja dengan syarat bahwa yang dipiih sebagai informan
ialah orang yang mengetahui dan terlibat langsung dengan obyek penelitian
mengenai gosip sebagai kontrol sosial.
1.5.2
Strategi
Pengumpulan Data
Menurut
Lofland dan Lofland (1984:47) sebagaimana yang dikutip oleh Lexi J. Moleong
bahwa sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan
tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Dimana
data hasil penelitian didapatkan melalui dua sumber data, yaitu:
1.
Data Primer
Data
primer adalah data yang diperoleh langsung dari narasumber atau informan yang
dianggap berpotensi dalam memberikan informasi yang relevan dan sebenarnya di
lapangan. Dalam penelitian ini, data primer diambil dengan melakukan observasi
dan wawancara dengan beberapa narasumber
yang mengetahui informasi tentang penelitian kami yang berjudul gosip
sebagai kontrol sosial. Wawancara merupakan teknik yang digunakan dalam rangka
upaya penggalian data.
2. Data
Sekunder
Data
sekunder adalah sebagai data pendukung data primer dari penelitian kami
diperoleh dengan melalui studi kepustakaan yang diambil dari beberapa buku
serta beberapa tulisan yang mendukung penelitian kami tentang fenomena gosip
sebagai kontrol sosial.
BAB II
PEMBAHASAN
Akhir-akhir
ini sering kita membaca, mendengar dan melihat banyak terjadi kasus
penyimpangan di masyarakat. Pembunuhan, mutilasi, pemerkosaan, penipuan,
narkoba dan sebagainya, selalu menjadi berita utama di media massa. Masyarakat
semakin dibuat resah dengan semakin banyaknya berbagai peristiwa kejahatan
serta penyimpangan-penyimpangan sosial tersebut. Berbagai upaya telah dilakukan
oleh pemerintah serta aparat, baik secara preventif maupun represif untuk
mengendalikan berbagai penyimpangan yang terjadi di masyarakat, namun naasnya
adalah upaya secara hukum terkesan kurang efektif dalam mengatasi permasalahan
tersebut. Berbagai analisa kian kompleks terhadap terjadinya sebuah kasus,
tetapi terkadang tindakan solutif dan preventif tidak terealisasi karena
terkesan kurang adanya perhitungan yang matang. Artinya, dengan kesimpangsiuran
keputusan dari pemerintah maka penyimpangan sosial tetap menjadi tontonan dan
momok bagi masyarakat. Timbul pertanyaan, mengapa banyak terjadi penyimpangan
sosial?.
Jawaban
dari pertanyaan mengenai penyebab semakin banyaknya penyimpangan sosial adalah
karena semakin longgarnya norma-norma yang ada dalam masyarakat. Sehingga
terkadang muncul berbagai tindakan-tindakan dimana seseorang untuk melepaskan
dari ikatan tersebut dan menciptakan dunianya sendiri. Dimana dalam
kesehariannya, sering kita temui bahwa dalam tindakan penyimpangan yang
dilakukan oleh seseorang tersebut disebabkan oleh semakin acuhnya masyarakat
untuk mengawasi perilaku menyimpang tersebut. Sehingga akhirnya timbullah
berbagai pertanyaan mengenai bagaimana cara dalam mengatasi penyimpangan sosial
tersebut.
Dengan semakin banyak pertanyaan terhadap
penyimpangan sosial, maka bermunculanlah berbagai cara yang diharapkan mampu dalam
mengatasi permasalahan tentang penyimpangan sosial. Salah satu cara yang
digunakan untuk mengatasi penyimpangan sosial diantaranya adalah dengan
melakukan kontrol. Upaya kontrol bertujuan untuk mengantisipasi dan memberikan
solusi terhadap penyimpangan sosial, upaya kontrol tersebut lebih dikenal
dengan sebutan kontrol sosial. Kontrol sosial merupakan sebuah proses yang
direncanakan atau tidak direncanakan, tujuannya adalah untuk mengajak,
membimbing, bahkan memaksa individu atau kelompok dalam masyarakat agar
mematuhi nilai-nilai atau aturan-aturan yang berlaku di masyarakat mereka
berada.
Dengan
kata lain kontrol sosial merupakan tindakan pengawasan terhadap perilaku
anggota masyarakat agar tidak melakukan penyimpangan. Tujuan dari kontrol
sosial sendiri selain melakukan pengawasan, kontrol dan juga bertujuan untuk
membatasi setiap tingkah laku kelompok atau individu dalam masyarakat agar
tetap dalam batas kewajaran dimasyarakat tersebut.
Perlu diketahui Manusia adalah mahluk sosial
yang tidak bisa lepas dari orang lain. Interkasi sosial merupakan bentuk dari
hubungan antar manusia yang saling membutuhkan. Dalam berinteraksi tersebut
tidak jarang timbul masalah, misalnya terjadi beda pendapat, salah paham,
berselisih dam kemudian berkelahi. Adu fisik terkadang dianggap sebagai
alternatif penyelesaian masalah, padahal kenyataannya justru menambah masalah
baru. Tentunya kita semua berharap masalah tersebut dapat diselesaikan dengan
baik dan akan kembali pada situasi dan kondisi semula. Dari ketegangan itu,
tentu upaya yang disebut kontrol sosial sangatlah dibutuhkan dalam membatasi
permasalahan agar tidak membesar dan menimbulkan masalah lainnya.
Menurut
Koentjaraningrat , ada tiga proses sosial yang perlu mendapat pengendalian
sosial, yaitu:
1.Ketegangan
sosial yang terjadi antara adat-istiadat dan kepentingan individu.
2.Ketegangan
sosial yang terjadi karena adanya pertemuan antar golongan khusus.
3.Ketegangan sosial yang terjadi karena
golongan yang melakukan penyimpangan secara sengaja menentang tata kelakuan
atau peraturan.
Dari penjelasan oleh Koentjaraningrat mengenai
proses sosial yang perlu mendapat kontrol sosial. Dalam kontrol sosial itu
sendiri juga terdiri dari beberapa cara dan bentuk kontrol. Salah satu tokoh
yang menyinggungnya adalah Robert M. Z Lawang, dimana beliau mengemukakan
beberapa cara dan bentuk kontrol sosial yang biasanya dilakukan orang dalam
suatu masyarakat untuk mengontrol perilaku orang lain yang menyimpang, antara
lain:
1.Desas-desus (gosip)
1.Desas-desus (gosip)
2.Kekerasan
3.Hukuman
4.Intimidasi
3.Hukuman
4.Intimidasi
5.Ostratisme
Dari
sekian banyaknya cara dan bentuk pengendalian sosial, saya lebih tertarik pada pengendalian
sosial melalui gosip. Istilah gosip saya ambil karena istilah ini sering kita
temui khususnya dalam kehidupan sehari-hari. Istilah gosip begitu fenomenal dan
banyak diperbincangkan oleh berbagai macam lapisan sosial dalam masyarakat
tanpa mengenal status serta golongan. Gosip sering juga disebut sebagai kabar
burung. Pengertian gosip adalah suatu berita yang menyebar belum
tentu atau tanpa berlandaskan pada kenyataan atau fakta. Dengan demikian, gosip
bisa saja benar, namun bisa pula salah. Jadi, berita dalam gosip masih
diragukan kebenarannya, sebab seringkali berita dalam gosip tidak jelas
sumbernya. Umumnya, gosip muncul bila pernyataan secara terbuka tidak mungkin
dilontarkan langsung kepada orang tersebut. Oleh sebab itu, berita kemudian
tersebar melalui mekanisme pembicaraan antara orang satu dengan orang yang lain.
Melalui mekanisme seperti itu, berita akan tersebar dengan cepat.
Dalam
pembahasan yang akan saya bahas, saya akan menguak sisi lain dari fenomena
gosip berdasarkan perspektif antropologi berdasarkan kognisi dalam masyarakat
mengenai keberadaan gosip. Karena seperti kita tahu bahwa tak selamanya gosip
itu berdampak buruk pada masyarakat, namun ada pula dampak positif yang tersimpan
dalam gosip. Oleh karena itu, saya akan berusaha menguak dan berusaha membangun
pemahaman baru dari gosip sebagai kontrol sosial. Dimana dengan pemahaman yang
baru tersebut, maka masyarakat dapat mengetahui dan paham bahwa tak selamanya
suatu tindakan yang dianggap buruk belum tentu buruk. Seperti halnya gosip,
tidak akan bermakna buruk apabila kita dapat memanfaatkannya dengan bijak.
Semua itu tergantung pemikiran dalam kognisi yang telah ada, seehingga perlu
bagi kita untuk membuka peta kognisi tersebut agar pikiran kita hanya
memikirkan hal negatifnya saja dari suatu fenomena sosial.
Dalam
penelitian yang saya lakukan ini, saya ingin mengkaji mengenai fenomena
keberadaan gosip sebagai kontrol sosial yang terjadi pada masyarakat di daerah
asal saya yang ada di Kabupaten Nganjuk. Meskipun banyak tempat yang memiliki
fenomena yang sama, namun saya memilih daerah asal saya karena dari daerah
tersebut saya pernah mengalami dan terlibat langsung dalam masyarakat disana.
Sehingga dengan keterlibatan saya dalam masyarakat tersebut, maka diharapkan
dapat diperoleh data dan informasi yang lebih mendalam mengenai pokok bahasan
yang saya angkat dalam makalah penelitian ini. Selain itu, saya memilih
melakukan penelitian di daerah saya karena perilaku bergosip masih mudah di
temui. Berbeda dengan dikota besar, kita akan sulit untuk melihat perilaku
bergosip karena terkadang antara masyarakat satu dengan yang lain saja sudah
saling tak kenal.
Gosip
sebagai bentuk kontrol sosial, maksud dari istilah ini adalah dimana gosip itu
sendiri berfungsi untuk membatasi atau sebagai pembatas setiap perilaku yang ada dalam masyarakat.
Dalam praktik kehidupan sehari-hari masyarakat yang saya teliti, disana pasti
dengan mudah menemui apabila ada seseorang yang sedang melakukan kesalahan lalu
tak lama dari waktu terjadinya akan ada desas-desus yang memperbincangkan
kesalahan seseorang tersebut. Misalnya saja ada anak perempuan yang pulang
larut malam, pasti keesokan harinya
ibu-ibu yang tinggal disekitarnya pasti akan menggosipkan anak tersebut
mengenai perilakunya yang dianggap menyimpang. Dengan seringnya menjadi bahan
pembahasan, tentunya anak tersebut pasti akan mengalami suatu tekanan sosial
yang lama-kelamaan dapat mempengaruhi sisi psikologis anak tersebut agar tidak
melakukan hal yang sama lagi.
Dari
contoh tersebut, dapat kita ketahui bahwa gosip juga selain membatasi perilaku
namun juga dapat merubah pribadi individu agar dapat beradaptasi dalam
kehidupan bermasyarakat. Tentu peran gosip dapat sangat terlihat, khususnya untuk
memberikan tekanan serta tuntutan yang dilakukan masyarakat untuk merubah
perilaku yang menyimpang agar kembali sesuai dengan apa yang dianggap wajar
dalam masyarakat.
Dalam
eksistensinya dalam masyarakat, gosip pasti memiliki sisi pro dan kontra. Layaknya
dua sisi uang koin, apabila ada yang mendukung gosip pasti ada pula yang
menolak keberadaan dari gosip. Dari hasil wawancara yang saya dapatkan dari 3
narasumber berbeda, 2 diantara mereka mendukung dengan adanya gosip sebagai
kontrol sosial, karena dianggap dengan adanya gosip sebagai kontrol sosial maka
perilaku mereka akan lebih terkontrol dalam berperilaku sehingga tidak
menyimpang dari masyarakat.
Saya
setuju saja dengan adanya gosip sebagai kontrol sosial, dengan adanya gosip
tersebut maka saya lebih terkendali dalam berperilaku dalam masyarakat.
Sehingga apabila saya menjadi bahan gosip, maka saya akan sadar bahwa perilaku
saya ada yang menyimpang dan tentunya saya akan berusaha memperbaikinya
(Suryo,14/5)
Walaupun
bagi mereka yang mendukung gosip menganggap bahwa keberadaan gosip sangat
membantu mereka dalam menentukan cara berperilaku agar sesuai dengan aturan
dalam masyarakat, namun bagi mereka yang menolak keberadaan gosip mereka
merasakan bahwa dengan adanya gosip maka setiap perilaku dan kegiatan mereka
serasa seperti terlalu di batasi. Dari pembatasan atas kebebasan berperilaku
tersebut, mereka yang menolak keberadaan gosip tidak dapat mengekspresikan apa
yang mereka inginkan, sebab setiap tindakan mereka selalu di anggap menyimpang
oleh masyarakat. Padahal bagi mereka, tindakan yang mereka lakukan tak
selamanya bersifat negatif. Oleh karena itu timbul suatu perspektif baru, dimana
mereka yang menolak gosip itu menganggap bahwa para orang yang mendukung gosip
itu sebagai orang yang munafik dan selalu ingin tahu urusan orang lain.
Menurut saya, alasan mengenai gosip dari
mereka yang menolak gosip memang ada benarnya juga. Sebab berdasarkan
pengalaman saya, para penggosip tersebut selalu berusaha mencari-cari kesalahan
orang lain dan melebih-lebihkan suatu permasalahan hingga terkesan yang tadinya
tidak menyimpang menjadi seolah-olah menyimpang. Hal itu tentunya sangat
mengganggu, apalagi kalau mengingat bahwa perilaku seseorang tak selalu
menyimpang dan selalu berdampak negatif. Oleh karena itu, saya mencoba untuk
membuka pemikiran mereka mengenai makna gosip yang sesungguhnya. Jadi tidak ada
lagi yang salah dalam mengartikan dan memanfaatkan gosip untuk tindakan lain
yang bersifat menguntungkan salah satu pihak saja, namun diharapkan dapat
menguntungkan kedua belah pihak.
Ada
kalanya perilaku seseorang yang dianggap menyimpang itu bersifat positif.
Misalnya saja ada masyarakat desa yang masih terbelakang, lalu ada salah
seorang dari anggota masyarakatnya pergi ke kota dan belajar disana. Tak lama
kemudian seseorang itu kembali kedesanya dan mengkritisi tentang pola dalam
kehidupan tradisional yang sebenarnya salah tapi dibenarkan di desanya. Misalnya
saja mengenai tradisi dalam pengobatan di desa yang menggunakan bahan-bahan
yang sebenarnya tidak layak digunakan, namun karena tradisi maka bahan tersebut
dipakai oleh masyarakat. Karena dianggap membawa pengetahuan yang tidak sama
dengan daerah asalnya, maka timbul desas-desus dalam masyarakat mengenai orang
tersebut.
Dalam
kesehariannya, terkadang gosip sering disalahgunakan oleh masyarakat. Pada
awalnya tujuan dari gosip adalah untuk mengontrol keadaan sosial dalam suatu
masyarakat, namun dengan seiring jaman maka gosip menjadi suatu kebutuhan
sendiri bagi masyarakat untuk meluapkan sifat iri serta dengki mereka kepada
orang lain. Dari beberapa orang, cukup banyak yang terganggu dengan keberadaan
hal semacam itu.
Saya
merasakan dengan adanya gosip, maka segala kreatifitas saya menjadi terbatasi.
Padahal perilaku yang saya lakukan sebenarnya tidaklah menyimpang. Mereka yang
suka menggosip itu sebenarnya munafik, karena orang yang melakukannya hanya
itu-itu saja dan inginya hanya membicarakan orang lain dan mereka tidak mau
apabila dibicarakan oleh orang lain(Jefri,15/5).
Dari
berbagai pendapat mengenai adanya fenomena gosip sebagai kontrol sosial dapat
dirumuskan bahwa seperti kajian oleh Ward H. Goodenough bahwa hal tersebut
termasuk dalam fenomena-fenomena mental. Dimana dari fenomena mental tersebut
tentunya memiliki dampak terhadap sisi psikologis bagi individu yang
mengalaminya. Kemudian beliau menjelaskan fenomena tersebut sebagai bagian dari
kebudayaan, dimana kebudayaan menurt beliau adalah “ kebudayaan suatu
masyarakat yang terdiri dari apapun yang harus diketahui atau dipercayai untuk
dapat berfungsi sedemikian rupa sehingga dianggap pantas oleh
anggota-anggotanya. Kebudayaan bukanlah fenomena material, tidak terdiri atas
benda-banda, perilaku dan emosi, melainkan ia lebih merupakan suatu pengaturan
hal-hal tersebut. Yang ada dalam pikiran orang adalah bentuk benda-benda dan
hal-hal, model-model untuk mempersepsi, menghubung-hubungkan dan selebihnya
menafsirkan.”
Dari
pembahasan tersebut dapat diketahui bahwa dalam pembahasannya, Goodenough
bertujuan untuk membedakan antara dampak yang akan terjadi dalam individu dalam
memaknai suatu kejadian. Tentunya dalam pemaknaanya pasti tidak akan sama
antara satu individu dengan individu lain. Oleh karena itu, keterbukaan pola
pemikiran sangatlah diperlukan dalam menjelaskan fenomena gosip itu sendiri.
Dengan semakin terbuka pola pemikirannya maka akan semakin mudah suatu nilai
diterima dan tidak disalah gunakan. Maka perlu diketahui, gosip tidaklah selalu
berdampak buruk. Pandangan baik buruk mengenai gosip tergantung pada penggunanya.
Apabila dapat dimanfaatkan secara baik dan benar, gosip dapat sangat berguna
bagi setiap pengguna maupun penerima gosip.
Dari
berbagai pembahasan tersebut perlu diperjelas lagi bahwa sesungguhnya gosip itu
memiliki banyak sekali kegunaan bagi setiap anggota masyarakat. Penggunaan dari
gosip tentu tergantung dari seseorang yang ingin menyampaikannya. Pada
masyarakat nganjuk sendiri, gosip masih sering dipakai untuk menggunjing orang
lain, namun sebagian lagi sudah memakainya secara benar sebagai kontrol sosial.
Dari fakta yang saya temukan tersebut, terlihat jelas bahwa mulai terbangun
peta kognisi baru pada masyarakat setempat mengenai fungsi dari gosip yang
sebenarnya. Oleh karena itu, perlu dukungan dari berbagai lapisan masyarakat
untuk tidak menggunakan gosip tidak sesuai fungsinya lagi. Sehingga apabila hal
tersebut terwujud, maka akan terciptalah masyarakat yang aman, tentram dan juga
damai.
Kesimpulan
Jadi
dapat disimpulkan bahwa dengan adanya fenomena yang muncul dalam masyarakat
seperti halnya gosip, maka kita janganlah selalu terfokus pada satu pemikiran
saja. Kita diharapkan mampu untuk lebih membuka pemikiran kita terhadap hal-hal
yang bersifat baru, namun dengan memperhatikan pastas atau tidaknya hal yang
baru tersebut apabila harus di terapkan dalam masyarakat. Seperti yang kita
tahu mengenai perbedaan pendapat mengenai
keberadaan gosip dalam masyarakat, hal itu sebenarnya bukanlah
permasalahan yang perlu dibesar-besarkan. Kunci dalam pemecahan masalah itu
sebenarnya cukup sederhana, dimana kita harus dapat membuka peta kognisi dalam
masyarakat. Dengan dibukanya peta kognisi tersebut, maka masyarakat dapat lebih
terbuka dalam menerima hal-hal baru dan sekaligus melakukan kontrol terhadap
hal baru tersebut. Selain permasalahan tersebut, wujud dari sifat kontrol dalam
masyarakat juga harus diperhatikan. Dimana kita jangan terlalu menghakimi atau
seolah mengucilkan seseorang yang melakukan kesalahan, karena sesungguhnya
tindakan itu sangat bertentangan dengan prinsip kemanusiaan. Kita selayaknya
harus lebih bijaksana dalam mengatasi suatu permasalahan, jangan sampai niatan
ingin menyelesaikan permasalahan malah kita menyulut permasalahan lain yang
lebih besar. Sesuai dengan tujuan akhir penulisan saya, saya dalam tulisan ini
mengajak masyarakat agar lebih bijak dalam memahami dan menerapkan gosip
sebagai kontrol sosial. Saya mengharapkan dengan adanya laporan ini maka kita
lebih bijak dalam berperilaku, sehingga kehidupan dalam masyarakat lebih
terkontrol dan terhindar dari berbagai konflik.
Transkrip wawancara:
Dalam
wawancara yang saya lakukan, saya mewawancarai 3 orang narasumber yang tinggal
di sekitar rumah saya. Berikut adalah hasil wawancara saya:
W : selamat siang teman-teman, boleh saya
mengganggu waktu kalian sebentar saja?
S&A:
boleh, tapi kalau jawab singkat-singkat ya. Gak apa kan?
W :
boleh kok, saya mulai ya..pertanyaan pertama, apa yang anda ketahui tentang
gosip?
S
: gosip itu ngomongin aib dari orang
lain, biasanya dilakukan sama ibu-ibu yang kurang kerjaan.
A : kalau menurut saya, gosip itu desas-desus
atau bisa di belang sebagai kabar yang masih perlu dipertanyakan kebenarannya.
W :
lalu apakah kalian tau keuntungan dari gosip?
A : menurut saya, gosip itu gak ada untungnya.
Paling ya dianggap untung kalau yang di gosipkan itu artis, sebab makin banyak
di gosipkan maka penghasilan dan ketenaran mereka bakalan naik.
S : kalau menurut saya itu dengan adanya
gosip maka perilaku kita lebih terkontrol dan dengan adanya gosip maka kita
memiliki patokan berperilaku agar sesuai dengan masyarakat.
W : tepat sekali jawaban mas suryo, anda
mendapat jawaban itu dari pengalaman atau sekedar tahu saja?
S : itu dulu pernah di ajarkan oleh guru
sekolah saya, lalu saya juga mempraktikkannya dalam kehidupan saya dalam
masyarakat.
W : lalu bagaimana pendapat anda mengenai
fenomena gosip sebagai kontrol sosial?
A : mendengar penjelasan dari suryo saya
setuju saja dengan adanya gosip sebagai kontrol sosial. Asalkan masih dalam
batas wajar.
S : saya setuju saja, asalkan gak berlebihan
dan mencari-cari permasalahan untuk bahan pembicaraan. Karena itu mengganggu
saya dan korban gosip lainnya.
Tak
lama setelah saya ingin menutup wawancara, datang lagi seorang tetangga saya
yang lagsung saja menjawab pertanyaan yang sempat saya ajukan pada suryo dan
akbar.
J
: saya tidak setuju dengan adanya
gosip, kalau ada gosip kebebasan seseorang itu semakin terbatas. Padahal tidak
setiap perilaku itu negatif, namun masyarakatitu kada terlalu kolot dan tidak
memandang aspek positif dari suatu hal baru.
W
: lalu apa pendapat anda dengan gosip sebagai kontrol sosial, itu kan menurut
saya termasuk hal positif dari gosip?
J
: positif apanya, gosip ya tetap gosip.
Kalau di buat kontrol sosial itu harusnya mereka yang menggosipkan kita itu
sadar. Jangan hanya inginya membicarakan orang lain saja, tapi waktu mereka
ganti di bicarakan malah marah. Itu kan sama saja gak adil.
S
: ada benarnya juga sih sama jawaban
dari jepri. Mungkin gosip itu cuma buat kalangan tertentu saja kok. Sebab dari
saya kecil sampai sekarang ya yang tukang gosip cuma orang-orang itu saja. Sepertinya
gak ada toleransi dalam pergosipan.
W
: ya sudah kalau begitu, terima kasih atas bantuan anda semua. Terima kasih
atas bantuannya.
A : iya, bagus kalau sudah selesai. Sebelum
temanya jadi gak karuan lagi.
W : terima kasih ya mas.
Rujukan:
·
Buku Mahzab-Mahzab Antropologi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar